Rabu, 12 Juni 2013

Perbedaan dan Pembagian Kaedah Hukum (Undang-undang) berdasarkan sifatnya, Imperatif/dwingendrecht atau fakultatif/aanvullendrecht Kaedah Hukum berdasarkan sifatnya, Imperatif/dwingendrecht (keharusan/memaksa) atau fakultatif/aanvullendrecht (dapat melengkapi/mengatur)





Dalam buku “Dasar-Dasar Hukum” karya Ishaq SH.MH,disana telah di jelaskan adanya pembagian hukum.hukum memang sangatlah luas,sehingga dalam mendefinisikan atau memaknai hukum itu menjadi jelas adanya. Beliau yang mengutip dari pendapat C.S.T Kansil yang menyatakan bahwa pembagian hukum itu terbagi atas 8 asas pembagian.yaitu:
1.      Menurut Sumbernya
2.      Menurut Bentuknya
3.      Menurut Tempat Berlakunya.
4.      Menurut Waktu Berlakunya
5.       Menurut cara mempertahankannya
6.       menurut wujudnya
7.      menurut sifatnya
8.      menurut isinya
Pembagian inilah yang di kutip dari buku “pengantar ilmu hukum dan tata hukum di indonesia” karya C.S.T Kansil 1982.akan tetapi dalam tulisan ini hanya akan menjelaskan pembagian hukum menurut sifatnya yang di bagi menjadi dua,yaitu:
a.hukum imperatif
b.hukum fakultatif.


A.      Hukum Imperatif adalah hukum yang memaksa,yang bisa di artikan juga merupakan hukum yang dalam keadaan kongkret harus dita’ati atau hukum yang tidak boleh di tinggalkan oleh para pihak dan harus diikuti. Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa itu berlaku bagi para pihak yang bersangkutan maupun hakim sehingga hukum itu sendiri harus diterapkan meskipun para pihak mengatur sendiri hubungan mereka.sebagai contoh adalah ketentuan pasal 913 burgerlijk wetboek indonesia(dikutip dari ”Pengantar Ilmu Hukum”Prof.Dr.Mahmud Marzuki SH.MS.LL.M) yang berbunyi:
”Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undangialah suatu bagian dari harta benda yang harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu,baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup maupun sebagai wasiat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut,pewaris dengan testamen sekalipun tidak di bolehkan untuk mengurangi bagian terkecil dari ahli waris sekecil apapun.hal ini akan terjadi pada kasus kematian seseorang,ketika dia meninggal dan mennggalkan sebuah harta, katakanlah si mayat punya 3 anak,dan dia juga punya wanita simpanan yang ia cintai, sebelum meninggal dia telah mewasiatkan seluruh harta bendanya kepada wanita simpanan tersebut.kerena testamen atau wasiat tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 913 BW,maka testaman itu tidak dapat di eksekusi.disini yang di haruskan terjadi ialah ketiga anak tersebut harus mendapatkan warisan sesuai dangan pasal 914 BW tentang besarnya legitieme portie yang berhak di terima oleh ketiga anak tersebut, barulah sisanya kemudian dapat di wariskan kepada wanita simpanan tersebut.
B.        Hukum Fakultatif adalah hukum yang mengatur,yang bisa di artikan juga sebagai hukum pelangkap yang artinya dalam keadaan kongkret,hukum tersebut dapat di kesampingkan oleh perjanjian yang diadakan oleh para pihak dan dengan kata lain ini merupakan hukum secara apiori tidaklah mengikat atau wajib di ta’ati.
Sebagai contoh dalam pasal 119 KUH Perdata berbunyi
”Mulai saat perkawinan dilangsungkan,demi hukum,berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan harta kekayaan istri,sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak di adakannya ketentuan lain.
Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh di tiadakan atau di ubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri”.(di kutip dari ”Dasar-Dasar Ilmu Hukum” Ishaq SH.M Hum).
Jadi,dalam hal ini sebenarnya kedua belah pihak dapat mengesampingkan peraturan ini,jika kedua belah pihak membuatpersetujuan-persetujuan lain yang sekiranya dapat membuat kedunya saling menyepakati persetujuan atau perjanjian tersebut.misalnya dengan membuat harta mereka terpisah satu sama lain,atau sebagainya.
Dari pengertian di atas tentang hukum imperatif(hukum yang memaksa) dan fakultatif (hukum yang mengatur),kata hukum yang memaksa dan mengatur sebenarnya merupakan istilah yang di gunakan oleh Belanda dalam membentuk Undang-undang,karena itulah istilah yang sangat tepat untuk menyebut ”hukum yang mengatur dan memaksa” sebagai ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dan mengatur.hal ini sejalan dengan istilah bahasa inggris ”Mandatory Provision”untuk ketentuan yang bersifat memaksa,dan ”Directory Provision” untuk ketentuan yang bersifat mengatur.
Pembagian Kaedah Hukum (Undang-undang) berdasarkan sifatnya, Imperatif/dwingendrecht (keharusan/memaksa) atau fakultatif/aanvullendrecht (dapat melengkapi/mengatur).
No.
Bersifat Imperatif/dwingendrecht (keharusan/memaksa)
Bersifat fakultatif/aanvullendrecht (dapat melengkapi/mengatur).
1.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Misalnya :
- Pasal 338 KUHP yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena maker mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
- Pasal 285 KUHP yang berbunyi : Barang siapa dengan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Misalnya :
- Pasal 119 KUH PERDATA yang berbunyi: Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami isteri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri.
- Pasal 1477 KUH PERDATA yang berbunyi:: :Penyerahan harus terjadi ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, jika tentang itu tidak telah diadakan persetujuan lain.
2
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Misalnya :
- Pasal 147 KUH PERDATA berbunyi :Atas ancaman pembatalan, setiap perjanjian per
kawinan harus dibuat dengan akta notaries sebelum perkawinan berlangsung.
Perjanjian mulai berlaku semenjak saat perkawinan dilangsungkan; lain s aat untuk itu tak boleh ditetapkannya.
Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Misalnya :
- Pasal 35 yang berbunyi :
(1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.
- Pasal 92 yang berbunyi :
(2)pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perubahan produktivitas.
3
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 (Perlindungan Dan pengelolaan Lingkungan Hidup) Misalnya :
- Pasal 99 yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutru udara air, baku mutu air laut, atau kreteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 ( tiga milyar Rupiah).
(2) Apabila perbuatan yang dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan mmanusia, dipidana penjara paling siingkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua Miliar rupiah dan paling banyak Rp.6.000.000.000,00 ( enam milyar Rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (Sembilan) tahun dan denda pa ling sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua Miliar rupiah) dan paling banyak Rp.9.000.000.000,00 ( sembilan milyar Rupiah).
(4)
UU. No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Misalnya :
- Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi :
Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
4
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 (Pengelolaan sampah)
Misalnya :
- Pasal 29 yang berbunyi :
(1) Setiap orang dilarang :
a. Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Mengimpor sampah;
c. Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. Membuang samapah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat genai pemprosesan ahir, dan/atau
g. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf g diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Peraturanm daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Misalnya :
- Pasal 1303 yang berbunyi :
Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut pelaksanaan suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi secara keseluruhan. Tiada seorang pun di antara mereka diperbolehkan sendirian memberi pembebasan dari seluruh utang maupun menerima harganya sebagai ganti barang. Jika hanya salah satu ahli waris memberi pembebasan dari utang yang bersangkutan, atau menerima harga barang yang bersangkutan, maka para ahli waris lainnya tidak dapat menuntut barang tak dapat dibagi-bagi itu, kecuali dengan memperhitungkan bagian dari ahli waris yang telah memberikan pembebasan dari utang atau yang telah menerima harga barang itu
5
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 (Pemerintah Daerah)
Misalnya :
- Pasal 80 yang berbunyi :
Pejabat Negara, pejabat structural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Misalnya :
- Pasal 1303 yang berbunyi :
Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut pelaksanaan suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi secara keseluruhan. Tiada seorang pun di antara mereka diperbolehkan sendirian memberi pembebasan dari seluruh utang maupun menerima harganya sebagai ganti barang. Jika hanya salah satu ahli waris memberi pembebasan dari utang yang bersangkutan, atau menerima harga barang yang bersangkutan, maka para ahli waris lainnya tidak dapat menuntut barang tak dapat dibagi-bagi itu, kecuali dengan memperhitungkan bagian dari ahli waris yang telah memberikan pembebasan dari utang atau yang telah menerima harga barang itu.

6. Bab 2 Pasal 6 ayat 1 UU. No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
7. Bab 4 Pasal 15 UU. No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
8. Bab 1 Pasal 7 UU. No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
9. Buku III Bab 1 bagian ke-3 Pasal 1242 KUHPerdata
10. Buku III Bab 3 bagian 9 Pasal 1301 KUHPerdata
11. Buku III Bab 3 Pasal 1360 KUHPerdata
6. Buku III Bab 1 bagian 9 Pasal 1303 KUHPerdata
7. Buku III Bab 1 bagian 10 Pasal 1306 KUHPerdata
8. Buku III Bab 3 Pasal 1370 KUHPerdata
9. Buku III Bab 3 Pasal 1371
10. Buku III Bab 4 bagian 2 Pasal 1404 KUHPerdata
Ø  Hal-hal yang perlu mendapat perhatian
a.       Pada hukum fakultatif, pembentukan undang-undang juga memberi perintah seperti halnya pada hukum imperatif. Hanya sifat perintahnya yang berbeda, maka perintah tersebut lebih banyak diartikan sebagai petunjuk, sehingga perintah ini langsung ditunjukkan kepada penegak hukum, berbeda dengan hukum imperatif yang juga secara langsung tertuju kepada pribadi-pribadi.
b.      Dalam hubungan dengan hukum publik dan hukum perdata. Dari perbedaan sifat antara hukum yang imperatif dan yang fakultatif secara garis besar dan pada umumnya, hukum publik relatif bersifat imperatif, sedangkan hukum perdata bersifat fakultatuf, sekalipun dalam hukum perdata ada yang bersifat imperatif. Namun sifat hukum publik tetap lebih imperatif karena umumnya kaidah-kaidah hukum publik bersifat hubungan antara penguasa-penguasa dengan pribadi-pribadi, sehubungan dengan perlindungan kepentingan umum yang berorientasi pada kesejahteraan bersama warga masyarakat.
c.        Dalam persoalan pembedaan antara hukum yang bersifat impertatif dan fakultatif ini tercermin  bahwa hukum secara luas dan mendalam berusaha mewujudkan keadilan sejati, ia memaksa secara a priori bila diperlukan bagi kepentingan umum, namun untuk hal-hal tetentu apabila tidak sejalan dengan keadaan nyata bisa fakultatif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar